Aku dan Sepeda Motor
(Pengalaman dengan si Roda Dua)
Salah satu impian terbesarku adalah dapat bebas pergi kemana saja dengan mengendarai sepeda motor secara mandiri. Mungkin bagi banyak orang hal itu bukanlah sebuah impian, karena hampir semua orang dapat mengendarai sepeda motor dengan sangat mahir, jadi terkesan tidak ada yang patut dibanggakan dari hal tersebut. Namun, berbeda denganku yang begitu memuja impian itu. Percayalah aku telah berusaha untuk belajar mengendarainya, tapi sampai sekarang aku belum sampai ke tahap lincah dalam urusan mengendarai si roda dua.
Hubunganku dengan sepeda motor hanya sebatas dapat mengendarainya di sekitaran komplek yang lintasannya cenderung aman (tidak serumit jika berkendara di jalan raya) dan stagnan disitu-situ saja, itupun ku kendarai dengan secara pelan bahkan sangat pelan (yang penting geraklah :D). Pernah sekali aku mencoba untuk berpindah lintasan dengan mengendarai si roda dua menuju ke pasar. Niat dan doa telah banyak ku panjatkan untuk berani mencoba (tahu sendirikan jalanan di pasar seperti apa, apalagi pasar tradisional yang kondisinya cukup memprihatinkan). Dengan membaca bismillah motor mulai ku hidupkan dan mulailah dua rodanya bergerak. Lancar dan mulus, semua aman-aman saja saat melewati jalanan/lintasan pertama. Tapi saat dihadapkan pada pertigaan jalan yang di dua sisinya terdapat selokan yang cukup lebar dan dalam, akupun panik seketika. Apalagi kontur dari jalannya itu menanjak, wah panas dingin nih badan waktu itu apalagi dari arah kanan jalan pertigaan ada sebuah mobil yang hendak berbelok ke arahku. Alhasil akupun seketika nyemplung ke dalam selokan yang berada di sisi kanan jalan yang ku lewati. Tapi alhamdulillah, untungya si roda dua tidak ikutan nyemplung ke dalam selokan, kalau iya... wah bisa remuk badannya dan badanku (karena di tindih motor). Aksiku nyemplung ke dalam selokan tentunya menarik warga sekitar untuk mendekat tentunya berniat untuk menolong ya (tapi aku yakin pasti ada salah satu diantara mereka yang tertawa dalam hati melihat kondisiku saat di dalam selokan). Dengan keadaan baju lengan kanan yang sudah terobak ditambah warna pekat plus bau yang ditimbulkan dari isian selokan, aku ditarik ke atas. Saat itu tenagaku benar-benar menghilang entah kemana, tubuhku bergetar apalagi bagian tangan dan alhamdulillahnya lagi tidak ada darah-darahan yang melekat pada tubuhku saat itu, hanya rasa ngilu yang diakibatkan karena lengan kananku terkilir.
Seusai kejadian naas itu, aku dan sepeda motor tidak lagi berhubungan. Butuh waktu yang cukup lama untuk memulihkan kondisi lenganku yang terkilir. Walau begitu saat lenganku sudah sembuhpun, aku tak kunjung mengendarai si roda dua. Bukannya trauma, bukan. Hanya saja aku butuh sedikit waktu lagi untuk mengembalikan semangat juangku menaklukkan sepeda motor. Apalagi tidak berlangsung lama dari kejadian yang aku alami itu, salah seorang teman kampusku yang bernama Siti mengalami kejadian yang menyakitkan sekaligus memalukan (lebih naas daripada yang aku alami).
Aku ingat sekali saat itu pergantian jam mata kuliah dan dosennya belum datang. Aku lantas berinisiatf untuk memanfaatkan waktu sempit itu untuk ke perpustakaan dengan mengajak temanku yang bernama Rani sekaligus meminta tolong padanya untuk memboncengiku, karena perlu diketahui jarak antara kelas dan perpustakaan itu lumayan bikin capek apalagi jalannya menanjak kayak lagi naik bukit (resiko milih kampus yang jauh dari perkotaan). Setelah pinjaman motor telah kami dapat (motornya Ical), Ranipun menyalakan si motor. Tapi belum sempat aku ikutan naik, Siti temanku segera mencegat kami (bukan mau malak ya :D). Dia bermaksud menguji atau menunjukkan kepada kami bahwa dia juga sudah bisa mengendarai motor (dia juga baru belajar), nah barangkali karena ditunjang dengan postur badannya yang tinggi dan lumayan berisi, Rani pun mengizinkan Siti untuk mengendarai motornya Ical, aku yang hanya melihat interaksi antara Rani dan Siti cukup cemas dengan tindakan yang akan dilakukan oleh Siti dan Rani (si Rani ini mengambil posisi di belakang Siti saat mengendarai motor, mungkin bermaksud sebagai pengawas :D, karena dibandingkan aku dan Siti, Rani lebih jago bawa motornya. Nah itulah juga alasan mengapa aku mengajak dia untuk menemaniku ke perpustakaan :D). Setelah keduanya dalam posisi siap, motorpun jalan secara perlahan dan semakin melaju hingga akhirnya jauh di ujung sana ku lihat orang-orang berlarian ke arah Rani dan Siti (mereka saat itu sudah berbelok arah sehingga tidak terlihat olehku). Aku yang cemas dari tadi otomatis berlari kecil ke arah kerumunan para lelaki (ada dosen, mahasiswa dan tukang bakso) yang berlarian tadi. Setibanya di TKP, ku lihat ada sejumlah dari mahasiswa yang sedang berusaha mengangkat motor malang yang dikenadari oleh Siti dan Rani tadi ke atas (ternyata Rani dan Siti jatuh ke dalam jurang kecil yang ada di belokan jalan yang ditempati oleh sampah). Akupun panik karena musibah kecil yang dialami oleh dua orang temanku dan motor malang itu. Semakin mendekat, ku lihat kondisi kedua temanku. terlihat aman-aman saja karena ternyata Rani tidak ikutan jatuh ke dalam jurang. Hanya Siti yang sepertinya terluka bagian luar (betisnya kalau enggak salah) dan dalam (nahan malunya :D), sedangkan si motor malang juga sepertinya tampak baik-baik saja (alhamdulillah soalnya itukan motornya orang alias Ical, bukan punyaku apalagi para pelaku sekaligus korban :D)
Bukan teman namanya jika tidak tertawa puas dengan kejadian itu, iya... aku dan teman kampusku yang lain sangat terhibur (astaghfirullah, maafkan kami Siti :D) karena mengetahu Siti yang notabennya memiliki image yang cukup kuat (dia ini kalau ngomong ceplas-ceplos dan terkesan nyakitin bagi orang yang belum mengenal dia) jatuh ke dalam sampah yang bau dan disaksikan oleh para saksi mata yang berasal dari berbagai profesi dan didominasi oleh kaum adam hahaha mafkan kami ya Siti, tapi tentunya rasa cemas juga kami tunjukkan padanya.
Beranjak dari kejadian-kejadian naas itu, sekarang si roda dua lagi ku istirahatkan (lebih tepatnya aku sih yang tak lagi mengendarai sepeda motor), alasannya ? barangkali karena mentalku yang belum siap menerima tantangan yang akan dihadirkan oleh si roda dua. TAPI, bukan berarti aku akan menyerah dan mengubur dalam-dalam impianku itu. Suatu saat aku PASTI BISA menaklukkan si roda dua, entah itu diusiaku yang keberapa. PASTI!!!!!
(Jypr,09/07/18)